Hidup Adalah Masa Karya Kita bukanlah apa yang kita dapatkan Tetapi kita adalah apa yang kita amalkan
Ganbatte kudasai,,!!
Ahlan Wasahlan..
“Ambillah hikmah dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang diucapkan oleh seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?” (HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful Khafa’ Jilid II, h.62)
Rabu, 29 Februari 2012
Minggu, 26 Februari 2012
Semangat yang tak pernah pudar..
Setiap saya berjumpa dengan ibu ini, saya merasa tertulari semangat beliau untuk selalu belajar dan belajar. Dimanapun, kapanpun, dan dengan siapa pun belaiu berusaha untuk menambanh ilmunya. Beliau tidak pernah malu untuk belajar meskipun yang mengajari beliau jauh lebih muda darinya. Meskipun saya sering menyalahkan ketika huruf yang dibaca salah atau bacaan tajwidnya kurang benar, beliau tidak pernah sakit hati dan tetap penuh semangat membaca huruf demi huruf hijaiyah dalam Al-Qur'annya. Yang paling saya suka dari beliau yaitu senyumnya yang tak pernah hilang dan begitu menggebu-gebunya beliau ketika bercerita masa-masa sekolahnya dulu. Semula beliau adalah seorang lulusan D2 Akademi kebidanan yang kemudian melanjutkan S1 jurusan Kebidanan pula. Namun, untuk gelar masternya beliau memilih spesialisasi Management Rumah Sakit. Samapi disitu ternyata beliau masih ingin sekolah lagi meskipun sudah berputera tiga.
Selain itu, beliau juga sering sharing pengalaman beliau dalam mendidik anak. Ada beberapa poin yang dapat saya catat:
1. Kecerdasan anak TIDAK DIPENGARUHI oleh susu. Meskipun susu formula memasang iklan yang kinclong-kinclong untuk mempengaruhi para ibu supaya memberi susu formula guna meningkatkan kecerdasan anak itu hanyalah OMONG KOSONG alias HOAX. Kenapa?? Karena, pertumbuhan neuron-neuron otak anak hanyalah sampai usia 1 tahun. Dan ASI masih jauh lebih baik ketimbang susu formula.
2. Jangan terlalu protektif terhadap anak, biarkan mereka bebas memilih makanan apa yang dia suka, permainan apa yang dia mau. Bahkan ketika dia memanjat-manjat tembok atau berjalan di atas tembok, biarkan saja. Kita hanya mengawasi saja. Biarkan mereka dididik oleh alam. Didikan alam akan menjadikan anak menjadi pribadi yang tangguh, mereka terbiasa dengan tantangan, terbiasa memecahkan masalah sendiri, dan terbiasa bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat.
To Be Continued yak,,
Kata beliau, " Saya suka mendalami ilmu sampai mendalam benar dan saya suka tantangan baru. Seandainya saya diizinkan suami untuk sekolah lagi, saya akan berangkat ke Malaysia,Mbak. Tapi, sama suami ijazah saya sudah disita. Hahahaha..."Bener-bener ibu yang bersemangat..
Selain itu, beliau juga sering sharing pengalaman beliau dalam mendidik anak. Ada beberapa poin yang dapat saya catat:
1. Kecerdasan anak TIDAK DIPENGARUHI oleh susu. Meskipun susu formula memasang iklan yang kinclong-kinclong untuk mempengaruhi para ibu supaya memberi susu formula guna meningkatkan kecerdasan anak itu hanyalah OMONG KOSONG alias HOAX. Kenapa?? Karena, pertumbuhan neuron-neuron otak anak hanyalah sampai usia 1 tahun. Dan ASI masih jauh lebih baik ketimbang susu formula.
2. Jangan terlalu protektif terhadap anak, biarkan mereka bebas memilih makanan apa yang dia suka, permainan apa yang dia mau. Bahkan ketika dia memanjat-manjat tembok atau berjalan di atas tembok, biarkan saja. Kita hanya mengawasi saja. Biarkan mereka dididik oleh alam. Didikan alam akan menjadikan anak menjadi pribadi yang tangguh, mereka terbiasa dengan tantangan, terbiasa memecahkan masalah sendiri, dan terbiasa bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat.
To Be Continued yak,,
Kamis, 23 Februari 2012
Ganbatte ne..!!
"Aku seorang guru. Guru adalah seorang
pemimpin. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak berjalan di atas
air. Aku tidak membelah lautan. Aku hanya mencintai anak-anak. (Marva Collins)
Rabu, 22 Februari 2012
~_~
kapan terakhir dapat kunikmati setiap sujudku..
sepertinya sudah terlupa..
astaghfirullahal'adziim,,
sepertinya sudah terlupa..
astaghfirullahal'adziim,,
Sabtu, 18 Februari 2012
Metagenesis Lumut
Salah satu Metode Pembelajaran yang dapat digunakan untuk topik METAGENESIS / PERGILIRAN KETURUNAN pada LUMUT (Bryophyta) yaitu metode PICTURE and PICTURE. Caranya kita dapat memberikan gambar siklus metagenesis yang terpotong-potong dan tidak urut, kemudian siswa harus bisa membuat urutan siklus yang benar berdasarkan cerita yang sudah dibuat oleh guru.Cerita ini berisi proses metagenesis pada lumut dan berisi kata kunci dalam proses pergiliran keturunan lumut.
Metode ini dapat digunakan perorangan jika dalam kelas kecil atau bisa juga dengan berkelompok jika dalam kelas besar. Gambar yang diurutkan oleh siswa dapat ditempelkan di papan tulis kemudian setiap siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya. Ketika para siswa mengurutkan gambar kita bisa memacu semangat mereka dengan menantang mereka siapakah yang dapat mengurutkan gambar paling cepat dan tepat, maka dialah pemenangnya.
Cara ini cukup efektif untuk memahamkan siswa tentang proses metagenesis tumbuhan lumut. Kita juga bisa mengetahui seberapa faham siswa untuk memahami instruksi yang diceritakan oleh guru. Selain itu, dengan siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya berarti mereka mengkomunikasikan hasil pekerjaannya dengan orang lain serta siswa dapat membandingkan hasil pekerjaannya dengan teman-temannya. Dari situ siswa dapat mengetahui letak kesalahannya.
Setelah mengurutkan gambar, siswa dapat membuat bentuk lain untuk menggambarkan proses metagenesis lumut, misalnya dengan membuat bagan.
Jumat, 17 Februari 2012
ZILZAAL: PEDANG DAMASKUS
ZILZAAL: PEDANG DAMASKUS: Saat Perang Salib, pasukan Eropa dikejutkan oleh pedang yg dimiliki oleh pasukan Arab dan Persia. Pedang mereka dengan mudah menembus baj...
ZILZAAL: Penulurusan Sejarah Pattimura yang ternyata seoran...
ZILZAAL: Penulurusan Sejarah Pattimura yang ternyata seoran...: Meluruskan sejarah Kapitan Ahmad `Pattimura’ Lussy Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi di zaman ini dia lebih dike...
ZILZAAL: Alasan Hitler Tidak Membantai Habis Yahudi
ZILZAAL: Alasan Hitler Tidak Membantai Habis Yahudi: Ketajaman analisa hitler tentang Yahudi menjadi sesuatu yang patut dijadikan pelajaran. Ucapannya yang bermakna saat itu, terbuka dikem...
ZILZAAL: Misteri ANUNNAKI (ALIEN), di masa kehidupan RASULU...
ZILZAAL: Misteri ANUNNAKI (ALIEN), di masa kehidupan RASULU...: Rasulullah pernah mengisyaratkan, tentang keberadaan sesosok manusia “ Penghuni Langit ”, yang bernama Uways (Uwais) Al Qorni . Rasul...
ZILZAAL: Benarkah Tentara Dajjal Telah Muncul?
ZILZAAL: Benarkah Tentara Dajjal Telah Muncul?: Benarkah bala tentara Dajjal telah muncul? Pertanyaan ini mencuat ketika Israel memperkenalkan “Kfir” yang merupakan brigade elit Isra...
ZILZAAL: Kisah Nyata Penculikan Gadis SMP Di Riyadh, Saudi ...
ZILZAAL: Kisah Nyata Penculikan Gadis SMP Di Riyadh, Saudi ...: Kisah ini disampaikan oleh seorang guru Qur`an Doktorah Raawiyah. Sebelum mengakhiri pelajaran seperti biasa beliau selalu menyelipkan ...
ZILZAAL: Wong Fei Hung(Pahlawan Negeri Tiongkok) adalah Mus...
ZILZAAL: Wong Fei Hung(Pahlawan Negeri Tiongkok) adalah Mus...: Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong...
Reportase Sore yang tak terlupa #
Sore yang tak terlupakan bagi saya...
Sepertinya reportase investigasi tidak mau ketinggalan untuk meliput tentang pernak-pernik yang berhubungan dengan VALENTINE. Yeah, seperti sabtu sore itu, saya menyempatkan waktu untuk menikmati acara ini. Agaknya liputan ini dirancang untuk meramaikan acara valentine yang jatuh pada hari selasa. Valentine pasti tak jauh-jauh dari iklan berbagai merk coklat, kado, pesta-pesta, dan sebagainya. Namun kali ini berbeda, saya sangat terkejut dan shock demi melihat prolog reportase investigasi sore itu. Acara yang biasanya membahas makanan-makanan yang berbahaya produksi para biang kerok yang tega mencampuri barang dagangannya dengan zat kimia berbahaya, hari itu mengangkat tema tentang ABORSI ILEGAL DI KALANGAN PUTIH ABU-ABU.
Astaghfirullahal'adzim...
Saya ngeri membayangkan anak semuda itu sudah berani membunuh janin. Ceritanya bermula dari seorang remaja sebut saja si A yang berpacaran dengan si B. Seiring berjalannya waktu, setan telah mampu merasuki pikiran mereka untuk berbuat zina sehingga pada akhirnya si A hamil. Hal ini tentu membuat mereka panik. Dari segi usia, kematangan, dan tentunya masih sekolah, mereka jelas-jelas belum siap untuk menikah apalagi untuk merawat anak. Oleh karena itu mereka mencari cara supaya orok dalam perutnya bisa keluar. Si A mencari info tempat dimana praktik aborsi ilegal. Yang membuat saya tidak kalah kaget adalah si A mencari info praktik aborsi illegal dari TEMAN SEKOLAHnya yang tentunya sudah pernah melakukan aborsi. Rasanya bulu roma saya berdiri semua, merinding.
Praktik aborsi illegal bagi anak-anak SMA yang hamil memang sudah marak di kota-kota besar. Para perawat dan bidan memiliki peranan yang besar dalam bisnis ini. Mereka mematok harga mulai 5-8 juta (tergantung umur janin) untuk menKURET atau MENYEDOT orok yang tak berdosa itu. Lantas, darimana anak sekolah bisa mendapat uang sebesar itu untuk aborsi?? Belum hilang kekagetan saya, si A menjawab: saya menggadaikan sepeda pacar saya, pinjam sana-sini, dan sampai saya MENEMANI OM-OM HIDUNG BELANG.
#batin saya: Ya Allah. Nak, dimana imanmu?
saya hanya bisa diam terpaku...
Ternyata ceritanya belum berhenti sampai disitu. Apakah mereka tidak kapok melakukan zina??? Dengan entengnya si A menjawab: untuk selanjutnya kami akan berhati-hati, misalnya dengan menggunakan kondom. WHAT????? Astaghfirullahal'adziim.. ternyata meraka tidak ada kapoknya sama sekali. Rasanya tubuh saya bergetar hebat.
Nak, tidakkah kamu berfikir apa akibat dari aborsi?
Bagaimana engkau mempertanggungjawabkan perbuatanmu nanti di akhirat, nak?
Tidakkah kamu tahu, jika kau masih berutang di akhirat kelak karena engkau belum dirajam? Na'udzubillahimindzalik,,
Kemudian....
Pikiranku melayang ke sebuah bangunan sederhana tempat anak-anak saya belajar di pesantren. Betapa bersyukurnya kalian jika kalian tahu mengapa kalian "dikungkung" di pesantren. Kemana-mana harus izin dan tidak bisa bebas pergi seenaknya sendiri. Bersyukurlah..seseungguhnya orangtuamu dan para gurumu menyayangi kalian...
Melihat realita tentang aborsi pada kalangan anak-anak SMA, saya jadi berfikir, siapakah yang patut dipersalahkan dan harus mempertanggungjawabkan??
orang tua? guru? media? teknologi?pemerintah? atau bahkan saya.
Sepertinya reportase investigasi tidak mau ketinggalan untuk meliput tentang pernak-pernik yang berhubungan dengan VALENTINE. Yeah, seperti sabtu sore itu, saya menyempatkan waktu untuk menikmati acara ini. Agaknya liputan ini dirancang untuk meramaikan acara valentine yang jatuh pada hari selasa. Valentine pasti tak jauh-jauh dari iklan berbagai merk coklat, kado, pesta-pesta, dan sebagainya. Namun kali ini berbeda, saya sangat terkejut dan shock demi melihat prolog reportase investigasi sore itu. Acara yang biasanya membahas makanan-makanan yang berbahaya produksi para biang kerok yang tega mencampuri barang dagangannya dengan zat kimia berbahaya, hari itu mengangkat tema tentang ABORSI ILEGAL DI KALANGAN PUTIH ABU-ABU.
Astaghfirullahal'adzim...
Saya ngeri membayangkan anak semuda itu sudah berani membunuh janin. Ceritanya bermula dari seorang remaja sebut saja si A yang berpacaran dengan si B. Seiring berjalannya waktu, setan telah mampu merasuki pikiran mereka untuk berbuat zina sehingga pada akhirnya si A hamil. Hal ini tentu membuat mereka panik. Dari segi usia, kematangan, dan tentunya masih sekolah, mereka jelas-jelas belum siap untuk menikah apalagi untuk merawat anak. Oleh karena itu mereka mencari cara supaya orok dalam perutnya bisa keluar. Si A mencari info tempat dimana praktik aborsi ilegal. Yang membuat saya tidak kalah kaget adalah si A mencari info praktik aborsi illegal dari TEMAN SEKOLAHnya yang tentunya sudah pernah melakukan aborsi. Rasanya bulu roma saya berdiri semua, merinding.
Praktik aborsi illegal bagi anak-anak SMA yang hamil memang sudah marak di kota-kota besar. Para perawat dan bidan memiliki peranan yang besar dalam bisnis ini. Mereka mematok harga mulai 5-8 juta (tergantung umur janin) untuk menKURET atau MENYEDOT orok yang tak berdosa itu. Lantas, darimana anak sekolah bisa mendapat uang sebesar itu untuk aborsi?? Belum hilang kekagetan saya, si A menjawab: saya menggadaikan sepeda pacar saya, pinjam sana-sini, dan sampai saya MENEMANI OM-OM HIDUNG BELANG.
#batin saya: Ya Allah. Nak, dimana imanmu?
saya hanya bisa diam terpaku...
Ternyata ceritanya belum berhenti sampai disitu. Apakah mereka tidak kapok melakukan zina??? Dengan entengnya si A menjawab: untuk selanjutnya kami akan berhati-hati, misalnya dengan menggunakan kondom. WHAT????? Astaghfirullahal'adziim.. ternyata meraka tidak ada kapoknya sama sekali. Rasanya tubuh saya bergetar hebat.
Nak, tidakkah kamu berfikir apa akibat dari aborsi?
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi: 1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik 2. Resiko gangguan psikologis
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu: 1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat 2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal 3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan 4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation) 5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya 6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita) 7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer) 8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer) 9. Kanker hati (Liver Cancer) 10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya 11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy) 12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease) 13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Untuk lebih lengkapnya KLIK DISINI
Resiko kesehatan mental Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini: 1. Kehilangan harga diri (82%) 2. Berteriak-teriak histeris (51%) 3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%) 4. Ingin melakukan bunuh diri (28%) 5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%) 6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Bagaimana engkau mempertanggungjawabkan perbuatanmu nanti di akhirat, nak?
Tidakkah kamu tahu, jika kau masih berutang di akhirat kelak karena engkau belum dirajam? Na'udzubillahimindzalik,,
Kemudian....
Pikiranku melayang ke sebuah bangunan sederhana tempat anak-anak saya belajar di pesantren. Betapa bersyukurnya kalian jika kalian tahu mengapa kalian "dikungkung" di pesantren. Kemana-mana harus izin dan tidak bisa bebas pergi seenaknya sendiri. Bersyukurlah..seseungguhnya orangtuamu dan para gurumu menyayangi kalian...
Melihat realita tentang aborsi pada kalangan anak-anak SMA, saya jadi berfikir, siapakah yang patut dipersalahkan dan harus mempertanggungjawabkan??
orang tua? guru? media? teknologi?pemerintah? atau bahkan saya.
Rabu, 15 Februari 2012
Imunisasi
Kemarin ada seorang ibu-ibu yang curhat di group FB kalau puteranya baru saja di imunisasi atau divaksinasi dan setelah itu badan si anak menjadi panas. Kenapa bisa begitu? berbahayakah bagi kesehatan?? yuukk,,kita kupas bagaimana itu bisa terjadi
catatan nggak penting
Janganlah memikirkan benar tidaknya setiap keputusan yang kita ambil.
tapi pikirkanlah apakah kita akan menyesal atas keputusan itu
kurasa itu sudah cukup bagimu..
tapi pikirkanlah apakah kita akan menyesal atas keputusan itu
kurasa itu sudah cukup bagimu..
Senin, 13 Februari 2012
Seorang Guru Terpercaya
Seorang Guru Terpercaya
Kamis, 09 Februari 2012
Inilah kenangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi semasa kecil. Beliau bertutur bahwa di kampungnya terdapat dua orang kuttab (guru yang mengajarkan menghafaal al-Quran). Syaikh Yamani Murad dan Syaikh Hamid Abu Zuwail. Untuk pertama kalinya beliau belajar pada Syaikh Yamani. "Tapi kami hanya bertahan satu hari belajar bersama Syaikh Yamani," ungkap Syaikh Qaradhawi mengenang masa kecilnya. "Setelah itu, kami tidak pernah lagi bersedia kembali belajar pada beliau," tambahnya.
Apa sebabnya? Sederhana saja. Lebih dikarenakan cara Syaikh Yamani mengajar. Untuk membuat muridnya giat, Syaikh Yamani sering menghukum murid-muridnya, yang terkadang dilakukan beliau tanpa sebab yang jelas. Sejak saat itu, Qaradhawi kecil tidak bersedia belajar pada Syaikh Yamani. "Tapi, dari sana saya belajar untuk tidak gemar mendzalimi dan tidak suka didzalimi." Kenang Syaikh Qaradhawi.
Akhirnya, ibundanya menyuruh belajar pada Syaikh Ahmad. Untuk meyakinkan putranya, sang ibu berjanji menitipkan langsung pada Syaikh. Syaikh Qaradhawi sangat teringat apa yang diungkapkan ibundanya. "Syaikh," kata ibunya, "Anak ini merupakan amanah untuk Anda."
"Ibu," jawab Syaikh Ahmad, "Dia adalah anak saya juga. Insya Allah, dia akan selalu saya awasi." Apakah Syaikh Ahmad sama sekali tidak pernah menghukum? Tidak juga. Qaradhawi kecil pernah akan dihukumnya karena sering berenang di sungai Nil. Hanya karena kasih sayang dan akhlak yang dimiliki Syaikh Ahmad sajalah yang menjadikan Qaradhawi kecil bertahan dan gigih belajar. Tak segan Syaikh memuji Qaradhawi sebagai murid yang bersungguh-sungguh, memiliki daya tangkap yang baik, dan selalu hadir di kelas paling awal. Semua itu dirasakan Qaradhawi kecil sebagai sebagai sikap yang tulus dan penuh keikhlasan. Tak mengherankan jika Qaradhawi kecil sampai mengatakan, "Kami sangat khawatir jika harus berpisah dengan Syaikh Ahmad."
_________________
Kita mungkin pernah mengenang guru-guru kita yang terpercaya. Boleh jadi hingga saat ini kita masih mengingatnya. Guru yang pernah mendidik kita dengan ketulusan dan keikhlasan. Guru yang menuangkan kasih sayangnya pada kita dengan sepenuh jiwa. Guru yang mengajari murid-muridnya semata karena hendak mencari keridlaan Allah. Guru yang memahami murid-muridnya dengan sebaik-baiknya. Pada mereka kita selalu panjatkan doa, "Semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik."
Sebagai pendidik, waktu terbanyak kita adalah mengajar. Jika separuh waktu hidup kita habis di depan murid, sementara kita melakukannya tanpa keikhlasan, adakah pahala dari Allah ta'ala yang akan kita peroleh? Jika waktu terbanyak kita adalah bersama anak-anak, sementara kebersamaan itu sarat dengan bentakan dan cacian, adakah yang kita dapatkan? Sungguh, pada Syaikh Ahmad-Gurunda Syaikh Qaradhawi- kita belajar. Semoga kelak murid-murid kita menjadi pribadi-pribadi yang salih dan bermanfaat bagi orang lain.
Berapa gaji yang diperlukan agar seorang guru bertambah keikhlasannya? berapa tunjangan yang diperlukan seorang guru agar secara tulus bersedia menghadapi anak-anak yang beragam, mengusap ingus anak dengan kasih sayang? Sungguh, bukan besarnya gaji dan tunjangan yang melahirkan semua itu. Panggilan jiwa sebagai pengajarlah yang mendorong mereka mengajar dengan sepenuh hati. Semoga Allah memudahkan. []
Apa sebabnya? Sederhana saja. Lebih dikarenakan cara Syaikh Yamani mengajar. Untuk membuat muridnya giat, Syaikh Yamani sering menghukum murid-muridnya, yang terkadang dilakukan beliau tanpa sebab yang jelas. Sejak saat itu, Qaradhawi kecil tidak bersedia belajar pada Syaikh Yamani. "Tapi, dari sana saya belajar untuk tidak gemar mendzalimi dan tidak suka didzalimi." Kenang Syaikh Qaradhawi.
Akhirnya, ibundanya menyuruh belajar pada Syaikh Ahmad. Untuk meyakinkan putranya, sang ibu berjanji menitipkan langsung pada Syaikh. Syaikh Qaradhawi sangat teringat apa yang diungkapkan ibundanya. "Syaikh," kata ibunya, "Anak ini merupakan amanah untuk Anda."
"Ibu," jawab Syaikh Ahmad, "Dia adalah anak saya juga. Insya Allah, dia akan selalu saya awasi." Apakah Syaikh Ahmad sama sekali tidak pernah menghukum? Tidak juga. Qaradhawi kecil pernah akan dihukumnya karena sering berenang di sungai Nil. Hanya karena kasih sayang dan akhlak yang dimiliki Syaikh Ahmad sajalah yang menjadikan Qaradhawi kecil bertahan dan gigih belajar. Tak segan Syaikh memuji Qaradhawi sebagai murid yang bersungguh-sungguh, memiliki daya tangkap yang baik, dan selalu hadir di kelas paling awal. Semua itu dirasakan Qaradhawi kecil sebagai sebagai sikap yang tulus dan penuh keikhlasan. Tak mengherankan jika Qaradhawi kecil sampai mengatakan, "Kami sangat khawatir jika harus berpisah dengan Syaikh Ahmad."
_________________
Kita mungkin pernah mengenang guru-guru kita yang terpercaya. Boleh jadi hingga saat ini kita masih mengingatnya. Guru yang pernah mendidik kita dengan ketulusan dan keikhlasan. Guru yang menuangkan kasih sayangnya pada kita dengan sepenuh jiwa. Guru yang mengajari murid-muridnya semata karena hendak mencari keridlaan Allah. Guru yang memahami murid-muridnya dengan sebaik-baiknya. Pada mereka kita selalu panjatkan doa, "Semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik."
Sebagai pendidik, waktu terbanyak kita adalah mengajar. Jika separuh waktu hidup kita habis di depan murid, sementara kita melakukannya tanpa keikhlasan, adakah pahala dari Allah ta'ala yang akan kita peroleh? Jika waktu terbanyak kita adalah bersama anak-anak, sementara kebersamaan itu sarat dengan bentakan dan cacian, adakah yang kita dapatkan? Sungguh, pada Syaikh Ahmad-Gurunda Syaikh Qaradhawi- kita belajar. Semoga kelak murid-murid kita menjadi pribadi-pribadi yang salih dan bermanfaat bagi orang lain.
Berapa gaji yang diperlukan agar seorang guru bertambah keikhlasannya? berapa tunjangan yang diperlukan seorang guru agar secara tulus bersedia menghadapi anak-anak yang beragam, mengusap ingus anak dengan kasih sayang? Sungguh, bukan besarnya gaji dan tunjangan yang melahirkan semua itu. Panggilan jiwa sebagai pengajarlah yang mendorong mereka mengajar dengan sepenuh hati. Semoga Allah memudahkan. []
*) by Dwi Budiyanto http://www.facebook.com/photo.php?fbid=2604680278342&set=a.1486278038985.2066056.1294945041&type=3&theater
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Minggu, 12 Februari 2012
Aneh-Aneh wae..
Saya merasa setiap ahad pasti ada saja kejadian aneh yang saya alami. Yang lupa jadwal ngajar lah,,yang apa lah,,hehehe,,
Tadi siang juga begitu. Ketika saya akan ke LOKA, tiba-tiba ada bapak-bapak yang menyapa saya dari pagar sekolah.
"Mbak, bentar saya mau tanya" tanya bapak tersebut
"Inggih, Pak. Ada apa?" Jawab saya
"Saya mau tanya, kalau sekolah disini bisa untuk anak SD? Saya ingin memondokkan anak saya, tapi masih kelas 4 SD" Tanya bapak itu
"O..ngoten. Disini hanya untuk MTs dan Aliyah saja, Pak. Jadi untuk SD mboten saget" Saya menerangkan.
"O..begitu ya, Mbak. Yo, wes..nunggu anak saya kelas V" sahutnya
--batin saya: loh, piye to bapak iki sudah dibilangi tidak ada untuk anak SD--
"Ngeten mawon, Pak. kalau mau untuk SD di pondok ***** ***** saja, dekat kok Pak, kalau dari sini" saya menawarkan tempat saya mondok dulu. Kemudian saya jelaskan arah-arahnya.
Saya amati bapak ini memakai celana olahraga dan kaos dan di sebelahnya ada istrinya bersama seorang puterinya.
kemudian saya bertanya, "Bapak ini lagi jalan-jalan ya, Pak?"
"Iya, jalan-jalan sama istri sambil nunggu sampeyan lewat" jawab bapaknya sambil becanda.
kontan saya ngikik...hihihihi.. -Bisa-bisa aja si Bapak ini-
Tiba-tiba si bapak bertanya, " Anak saya namanya Guruh Pamungkas. Tau nggak artinya guruh pamungkas?"
"Setahu saya pamungkas itu yang terakhir, Pak. Kalau guruh ya guruh" jawab saya seenaknya.
"Loh, iya pinter. Pamungkas itu terakhir. Maksudnya anugerah Allah yang terakhir. Terus, mbak ini kelas berapa? tanyanya lagi
Saya tertawa karena disangka masih sekolah.
"Saya ngajar, Pak" jawab saya menjelaskan
"O..sudah ngajar. Dulu kuliah dimana? Jurusan apa?" tanyanya lagi
"Saya kuliah di ** jurusan *******." jawab saya
"OO,,pinter,,pinter. Semoga cepet diangkat ya. Saya juga orang pendidikan." kata si Bapak
"Aamiin, Pak" saya mengamini doa si Bapak.
Terus tanpa dinyana si bapak berkata: " Mbak, pean gelem nggak tak olehno anakku?"
Spontan saya ngekeh dan bilang "Walaa...aneh-aneh wae bapak ini!"
Terus saya ngacir deh ke LOKA..hahahaha..
Tadi siang juga begitu. Ketika saya akan ke LOKA, tiba-tiba ada bapak-bapak yang menyapa saya dari pagar sekolah.
"Mbak, bentar saya mau tanya" tanya bapak tersebut
"Inggih, Pak. Ada apa?" Jawab saya
"Saya mau tanya, kalau sekolah disini bisa untuk anak SD? Saya ingin memondokkan anak saya, tapi masih kelas 4 SD" Tanya bapak itu
"O..ngoten. Disini hanya untuk MTs dan Aliyah saja, Pak. Jadi untuk SD mboten saget" Saya menerangkan.
"O..begitu ya, Mbak. Yo, wes..nunggu anak saya kelas V" sahutnya
--batin saya: loh, piye to bapak iki sudah dibilangi tidak ada untuk anak SD--
"Ngeten mawon, Pak. kalau mau untuk SD di pondok ***** ***** saja, dekat kok Pak, kalau dari sini" saya menawarkan tempat saya mondok dulu. Kemudian saya jelaskan arah-arahnya.
Saya amati bapak ini memakai celana olahraga dan kaos dan di sebelahnya ada istrinya bersama seorang puterinya.
kemudian saya bertanya, "Bapak ini lagi jalan-jalan ya, Pak?"
"Iya, jalan-jalan sama istri sambil nunggu sampeyan lewat" jawab bapaknya sambil becanda.
kontan saya ngikik...hihihihi.. -Bisa-bisa aja si Bapak ini-
Tiba-tiba si bapak bertanya, " Anak saya namanya Guruh Pamungkas. Tau nggak artinya guruh pamungkas?"
"Setahu saya pamungkas itu yang terakhir, Pak. Kalau guruh ya guruh" jawab saya seenaknya.
"Loh, iya pinter. Pamungkas itu terakhir. Maksudnya anugerah Allah yang terakhir. Terus, mbak ini kelas berapa? tanyanya lagi
Saya tertawa karena disangka masih sekolah.
"Saya ngajar, Pak" jawab saya menjelaskan
"O..sudah ngajar. Dulu kuliah dimana? Jurusan apa?" tanyanya lagi
"Saya kuliah di ** jurusan *******." jawab saya
"OO,,pinter,,pinter. Semoga cepet diangkat ya. Saya juga orang pendidikan." kata si Bapak
"Aamiin, Pak" saya mengamini doa si Bapak.
Terus tanpa dinyana si bapak berkata: " Mbak, pean gelem nggak tak olehno anakku?"
Spontan saya ngekeh dan bilang "Walaa...aneh-aneh wae bapak ini!"
Terus saya ngacir deh ke LOKA..hahahaha..
Lha Kok Iso??? Ckckkckkckc...
Sejak dulu saya sering terjangkiti oleh suatu penyakit, namanya PENYAKIT PELUPA,,hahahaha,,Nggak keren banget yak. Seperti ahad pagi itu. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 07.30 pagi, saya sudah tergesa-gesa berangkat ke sekolah karena ada jam ngajar. Ahad adalah hari saya karena hari itu full day school bagi saya. Ya beginilah nasib saya yang masih sing*e, guru-guru jarang ada yang mau masuk hari ahad karena hari keluarga. Jadilah saya yang diistimewakan ~_~ (padahal saya kan juga punya keluarga,,huuffftt)
#ohya, sekadar info, di sekolah saya liburnya hari jum'at
Sesampainya di sekolah saya berlari ke kelas putera (di kepala saya ingatnya hari itu jam pertama di kelas putera). Saya berjalan tergesa-gesa, melewati jembatan, menyebrang sungai, terus naik bukit, kemudian turun dari bukit (loh,,ini mau ke kelas apa jalan-jalan sih? hehehe) Yeah, memang jarak gerbang depan ke sekolah putera cukup jauh, harus menyebrang sungai yang lebarnya kira-kira 8 meter. Gara-gara letaknya di sebelah utaranya sungai, jadinya sekolah putera akrab disebut LOKA (Lor Kali) Lor dalam bahasa indonesia artinya utara dan kali artinya sungai.hehehe..
Eng,,Ing,,Eng,,saya sudah berdiri di depan kelas VII MTs dengan nafas ngos-ngosan. Loh?? saya terkejut, Kok ada gurunya?? - batin saya- hmm,,,ya sudah saya turun lagi deh - batin saya lagi-. Waktu saya sudah turun, saya disapa oleh bapak kepala sekolah :
Dudul nya saya hari itu... @,@
Lha kok iso??? ckckckckc... - Kok bisa?? red-
#ohya, sekadar info, di sekolah saya liburnya hari jum'at
Sesampainya di sekolah saya berlari ke kelas putera (di kepala saya ingatnya hari itu jam pertama di kelas putera). Saya berjalan tergesa-gesa, melewati jembatan, menyebrang sungai, terus naik bukit, kemudian turun dari bukit (loh,,ini mau ke kelas apa jalan-jalan sih? hehehe) Yeah, memang jarak gerbang depan ke sekolah putera cukup jauh, harus menyebrang sungai yang lebarnya kira-kira 8 meter. Gara-gara letaknya di sebelah utaranya sungai, jadinya sekolah putera akrab disebut LOKA (Lor Kali) Lor dalam bahasa indonesia artinya utara dan kali artinya sungai.hehehe..
Eng,,Ing,,Eng,,saya sudah berdiri di depan kelas VII MTs dengan nafas ngos-ngosan. Loh?? saya terkejut, Kok ada gurunya?? - batin saya- hmm,,,ya sudah saya turun lagi deh - batin saya lagi-. Waktu saya sudah turun, saya disapa oleh bapak kepala sekolah :
"Loh, Bu, kok tidak masuk kelas?"
" Saya sudah ke atas, kok ada gurunya ya, Pak?" jawab saya (pake bahasa Jawa krama)
"Coba ingat-ingat lagi, kelas putera apa kelas puteri?" tanya Pak kepsek lagiSaya mikir lamaaa,, kemudian spontan saya ketawa terpingkal-pingkal. Alamaaakk,,,saya baru ingat jam pertama seharusnya saya di kelas VII PUTERI, huahahahahahhaa... kami tertawa bersamaan. Pak Kepsek mentertawakan saya habis-habisan.
"Ya sudah, Bu, jalan bareng sama saya aja. Lumayan kan olah raga pagi" Beliau berkata begitu sambil terus tertawa..Sedang saya menahan malu sedari tadi
Dudul nya saya hari itu... @,@
Lha kok iso??? ckckckckc... - Kok bisa?? red-
Sabtu, 11 Februari 2012
Namanya Juga Anak-Anak
RAHASIA KECIL SAYA ^_^
Tadi, secara tak sengaja saya bongkar-bongkar buku lama saya, hahahahahayy,,, tanpa sengaja saya menemukan tulisan saya hampir lima tahun yang lalu, lumayan jadul sih,,hahaha - saya menyebutnya peta hidup- karena isinya peta hidup saya hingga 10 tahun ke depan,,,wuihhh,,keren yak.. Agak konyol juga sih, tapi ada satu bagian yang membuat saya jadi merenung. Sik..sik..sik.. lihat dulu peta hidup saya mulai tanggal 17 April 2007 ini -seingat saya, saya membuatnya ketika mau UAN-
Jumat, 10 Februari 2012
Saat Dia Berpaling (Final; 4)
Akhirnya aku putuskan untuk bertanya padamu,
Bang. Setelah batinku lelah terus menanggung pilu yang semakin menggunung dan
menyesakkan dada.
Kau sangat terkejut dan tak menyangka aku tahu
sebanyak itu bukan?
Pertama kali aku mengetahui tentang kalian
memang belum lama, baru empat bulan lalu, ketika terbaca sms-sms mesra kalian
dalam ponselmu yang tertinggal di rumah hari itu. Secara naluri, aku langsung
menelpon perempuan itu, berpura-pura menanyakan sesuatu. Suara yang sangat
ketus menyatakan salah sambung!
Malam ketika kau pulang, aku bertanya
baik-baik padamu, Bang. Mulanya kau menyangkal. Namun setelah kutunjukkan
bukti-bukti, kau menangis. Kau bilang kalian baru dekat 3 bulan saja dan hanya
lewat email dan telpon. Dia curhat padamu, kau meladeni dan akhirnya kalian
semakin akrab. Aku tahu kau tak pernah berdusta. Jadi ketika kau nyatakan kau
bertobat dan meminta aku memaafkanmu sambil menangis, meski perih aku
menerimamu kembali. Apalagi kau bilang, janda beranak dua itu, pernah mengajak
bertemu tapi kau menolak. Dan menurutmu kalian belum pernah bertemu. Kau hapus
segala tentangnya, juga nomornya di ponselmu.
Hari pun berlalu dan rumah tangga kita semakin
baik. Ah, sebenarnya sejak dulu kita juga baik-baik saja kan? Aku berusaha
untuk lebih berubah lagi, mengikuti keinginan dan imajimu tentang seorang ibu
rumah tangga. Sampai bulan ini entah mengapa aku mencium gelagat yang lain
darimu.
Teman dekatku pernah berkata, ada beberapa
tanda seorang suami berpaling:
Lebih suka jalan sendiri daripada bersamamu
Lebih mudah marah
Lebih memilih main game sampai larut malam
daripada bicara denganmu
Tidak suka bicara soal kehidupan rumah tangga
sendiri
Membawa HP ke sudut manapun meski hanya dalam
rumah
Lebih memperhatikan penampilan , tapi tak
membutuhkan saranmu
dll
Waktu itu aku cuma tertawa mendengarnya. Namun
kemudian kuperhatikan, semua ada padamu. Kau tahu, Bang, aku sudah tak pernah
lagi mau memeriksa ponselmu, sejak peristiwa pertama itu berlalu. Bukankah
sejak dulu aku memang seperti itu? Aku ingin menghargai privasimu. Aku percaya
padamu.
Lalu entah mengapa, sebulan lalu, perasaanku
tak enak. Senja merah dan saat kau lengah, kubaca isi ponselmu. Memang tak ada
sms mesra dari perempuan itu seperti dulu. Tapi seseorang bernama “Doni”
mengirim sms padamu dengan gaya bahasa yang sama dengannya. Aku
terhenyak dan seperti disadarkan. Mengapa, Bang? Mengapa kau jalin lagi
hubungan dengannya, padahal kau sudah berjanji untuk setia padaku dan Allah
setelah peristiwa pertama? Dan ia yang kau namai “Doni” adalah perempuan itu!
Mengapa? Mengapa harus berdusta padaku dengan menyamarkan namanya menjadi nama
lelaki?
Aku mulai mengerahkan semua panca indera, juga
mata ketigaku untuk melihat hubunganmu dengannya.
Tanpa setahumu, aku menyelidiki perempuan itu.
Aku tahu nama, alamat, juga nomor-nomor ponselnya. Aku tahu siapa dia, mengapa
ia bercerai dari suaminya, dan lain-lain.
Ketika ada beberapa kali kesempatanmu menginap
di kota B, kau pergi dengan sangat riang. Entah mengapa suatu hari,
aku terusik dan…mengikutimu!
Aku tahu di sana kau memang
benar-benar bekerja, Bang. Tapi aku merasa kau pasti pernah bertemu dengannya,
setidaknya saat itu, kala aku menemukan kalian dengan mata kepalaku sendiri.
Kalian makan minum bersama di tempat yang kau bahkan belum pernah mengajakku ke sana.
Aku melihat caramu dan cara dia menatap satu sama lain. Dan kau tak menyadari
bukan? Dengan tubuh menggigil karena kehujanan, aku berdiri di dekat jendela,
lalu bergeser ke pintu dan memandang kalian dengan penuh luka…Kau, dia
tertawa-tawa dengan mesranya, tanpa beban…Dadaku berdegup keras. Ingin rasanya
aku melabrak kalian! Atau kalau tidak, sekadar mendatangi dan memandang
kalian dengan mata lara.
Namun sebuah sms dari anakmu menyadarkanku
untuk pulang malam itu juga dari Kota B kembali ke Jakarta. Sepanjang
jalan, dalam kendaraan umum, aku menangis. Ah, apa yang bisa kulakukan lagi
saat itu selain menangis?
Ketika kau pulang, aku belum ingin berkata apa
pun. Belum. Aku tetap mencoba melayanimu dengan riang. Aku berharap dengan
ketulusanku, kau tergugah dan lebih mencintaiku, lebih mencintai keluarga kita
yang telah terbangun belasan tahun ini.
Kemarin, entah mengapa aku gulana. Firasatku
mengatakan ada yang tak beres. Saat kau ke kamar mandi, kulihat ponselmu.
Benar, dia menghubungimu lagi! Dia bercerita bahwa dia sedang sakit dan mau ke
rumah sakit bersama ibunya. Dalam sms lain ia bilang ia ingin ganti nomor
ponsel karena merasa tak nyaman memikirkan mungkin aku tahu nomornya. Yang
membuatku lebih tersentak adalah ketika di bagian sentyang belum sempat kau
hapus, kau katakan padanya untuk menghanguskan nomor lama dan menggantinya
dengan nomor CDMA seraya mengatakan kau yang akan membelikan ponselnya!
Pagi itu saat kau pamit ke kantor dan
mengecupku, tubuhku bergetar menahan tangis yang nyaris meledak. Tapi kau tak
membacanya…,kau memang tak pernah bisa membacaku dengan benar, Bang…
Lalu kemana aku harus berbagi cerita dan
meminta saran? Kebanyakan temanku lelaki. Tapi apakah aku akan mengulang
jalanmu dengan curhat pada mereka, lalu jadi makin dekat dan akhirnya
berpeluang besar menghancurkan rumah tangga mereka? Tidak. Aku tak pernah mau
ambil resiko. Aku hanya ingat seorang teman yang menyarankanku untuk menuliskan
semua beban hidup agar terasa ringan. Aku bercerita padanya.
Dia mengatakan agar aku berani bicara padamu
lagi. “Komunikasi adalah kunci utama keutuhan sebuah rumah tangga,” katanya.
Sebelum bicara padamu, mungkin juga pada
perempuan itu, aku mendapat kekuatan dari sebuah tempat yang tak pernah kuduga:
multiply! Di webnya, sahabatku mengangkat persoalanku dengan jati diri yang
disamarkan. Kau tahu, Bang? Begitu banyak simpati, empati yang menghiburku.
Mereka juga memberikan saran-saran yang sangat baik dan bisa langsung
kuterapkan! Ah, aku berhutang budi pada mereka semua….
Awalnya aku mengirim sms…sebuah doa untukmu.
Kau menjawabnya dengan riang, dan mengucapkan terimakasih. Lalu kukirim sms
pada sahabat perempuanku, bahwa aku mengetahui hubungan kalian lebih jauh. Tapi
Allah berkehendak lain. Jari-jariku lincah mengetik sms yang kemudian malah
terkirim padamu itu!
Baru setengah jam setelah itu kau membalas.
Kau bilang kau tetap cinta padaku. Kauakan bertobat dan kau meminta maaf untuk
kedua kalinya (tak akan ada kata maaf yang ketiga. Aku berjanji padamu dan
Allah, tulis sms mu). Aku masih terguncang, namun kutahan tangis saat
menatap wajah anak kita. Saat itu aku sedang di rumah sakit, memeriksakan
kesehatanku dan anak kita. Untuk pertama kalinya, kukirim sms pada dua
nomor hp milik perempuan itu. Bukan amarah yang kukirim, hanya sebuah
pertanyaan: Mengapa Anda memanfaatkan situasi dan terus menghubungi,
mengganggu suami saya (jangan bilang anda tak memanggilnya cinta). Apa salah
saya pada Anda? Tak ada jawaban. Tak pernah ada.
Malamnya kau pulang dan kita bicara baik-baik,
meski aku sempat menangis sesenggukan. Aku minta kau bicara sejujurnya. Kau
lebih banyak diam dan mendengarkanku dengan wajah menyesal.
“Jadi apa target hubungan kalian?” tanyaku
dengan suara bergetar.
“Tak ada,” paparmu. “TTM…”
Aku mual mendengarnya. TTM (Teman Tapi Mesra).
Itu akan jadi lagu yang paling kubenci di dunia ini!
“Dulu abang bilang tak pernah bertemu
dengannya. Mengapa abang berdusta?”
Kau menciumku dan berulangkali minta maaf. “Hanya
mengobrol, curhat-curhatan saja. Tolong maafkan aku….”
Hatiku semakin ngilu.
“Bisakah aku memaafkanmu, Bang? Mungkin
bisa…tapi tidak sekarang….”
Aku lalu memintamu untuk istikharah memilih
aku atau dia…
Kau mendesah. “Aku tak ingin kita berpisah.
Aku memilihmu. Aku masih mencintaimu,” bisikmu. “Aku tak akan berhubungan lagi
dengannya, dalam bentuk apa pun.”
Aku masih menangis.
Esoknya keadaan agak membaik. Kau lebih
memperhatikanku dan masih terlihat menyesal. Kau bahkan mengatakan tak ingin
membawa HP dan memberiku password dua email-mu. Ketika kutanya nama lengkap dan
alamat email perempuan itu, kau memberikannya….
Ketika berangkat kerja aku sudah berpikir ,
kau menyesal dan tak ingin mengulangi. Kau telah berkata sejujur-jujurnya. Maka
apa yang menghalangiku untuk tak memaafkanmu? Pagi itu dari atas bis kota aku
mengirim sms maafku padamu dan kau menyambut dengan sukacita. Kita mulai
lagi dari awal ya…kita berjuang bersama, sayang! Kiss u! sms-mu.
Berakhir, pikirku. Berakhir…saatnya
memaafkan….
Sore itu, iseng saja, kubuka emailmu---hal
yang tak pernah kulakukan selama belasan tahun kita menikah. Kucek semua email
darinya. Tak ada. Ah, tentu saja sudah kau hapus bukan? Namun aku tak
menyerah…kuteliti lagi…! Dan aku terpana, melihat tiga imel dengan id yang
berbeda, tapi tetap darinya. Mungkin kau lupa menghapusnya….
Ah, ternyata banyak yang tak kutahu tentang
kalian. Sampai kemarin kau masih mengatakan hubungan kalian baru bulan puasa
2005 kemarin. Namun aku menemukan email dari perempuan itu pada tahun 2004,
bahkan 2003! Rasanya aku ingin pingsan! Mengapa? Mengapa Abang tak jujur
padaku? Kalian sudah menjalin hubungan selama 3-4 tahun! Ya Allah, sudah sejauh
mana? Dalam email itu baru kusadari kalian tak pernah berkenalan melalui
internet, email. Pada email bertahun lalu itu perempuan itu curhat padamu mengenai
perceraian dengan suaminya. Suaminya terlibat hutang ratusan juta, dan
perempuan itu dalam kesulitan ekonomi. Aku juga tahu kau sangat peduli padanya
dan meminjamkannya sejumlah uang….sejak lama….
Kuraih ponselku. Minggu ini juga, aku
ingin bertemu denganmu dan perempuan itu, untuk membicarakan persoalan kita dan
hubungan kalian yang telah empat tahunan itu. Mungkin aku memang harus pergi.
Mengapa kau harus berdusta, Bang?
Tiba-tiba kepalaku pusing, Bang…aku terjatuh
dan tak ingat apa-apa lagi. Lamat-lamat hanya kudengar suara anak-anak
berteriak. “Panggil taxi, ibu pingsan! Ayo. Cepaaaat! Kita ke rumah sakit!”
Ketika sadar, kulihat aku ada dalam dekapanmu.
Kau membelai dan menciumku bertubi-tubi disertai kata-kata yang itu juga:
“maaf”. Kulihat matamu basah….
Tapi aku terlalu lemas untuk menyapa. Hancur.
Aku hanya mampu bertanya lemah, “Mengapa, Bang? Mengapa?”
Malam itu baru kau ceritakan semuanya secara
utuh. “Aku takut kamu marah dan tak mau menerimaku lagi kalau aku ceritakan
semua…,”katamu terisak. “Aku takut….maafkan aku….”
Aku hanya menatapmu dengan mata bengkak,
nyaris tanpa kedipan…., “Mengapa?”
Pertemuan pertama kalian terjadi saat kau SD di
sebuah kota. Kalian satu angkatan. Tapi kalian tak terlalu dekat. Sampai
empat tahun lalu, saat terjadi reuni, kalian bertemu kembali. Lalu semakin
akrab. Saat itu ia curhat padamu tentang suaminya yang terlibat hutang ratusan
juta. Ia memintamu mencarikan pekerjaan untuk suaminya. Maka kau yang baik hati
dan sebenarnya sangat sibuk pun benar-benar membantu, bahkan bolak balik ke kota B
hanya untuk itu. Tapi suami perempuan tersebut benar-benar bermasalah,
mereka bercerai dan kalian semakin dekat. Kau bahkan beberapa kali menginap di
rumah perempuan itu!
“Tak terjadi apapun,” katamu bersumpah atas
nama Allah. “Sentuhan fisik hanya terjadi saat kami bersalaman….”
“Apakah aku harus percaya itu?” aku
sesenggukan….
“Aku sudah menceritakan semua, tak ada lagi
yang kututupi,” katamu sambil membelaiku.
Aku hampa. Hambar….”Kalau kau mau pergi dari
hidupku, inilah saatnya, Bang…aku rela…,” kataku pedih. “Aku juga tak mau
menerimamu lagi kalau kau pernah melakukan itu dengannya….”
Kau terus mendekapku. “Tidak. Kami tak pernah
melakukan itu. Ya Allah, aku tak ingin kehilanganmu,” ujarmu berulangkali....
“Aku tak bisa terus menerus memaafkanmu…,”
lirihku sambil mengusap mataku yang memerah dan semakin membengkak..
“Ini yang terakhir, yang terakhir…,”katamu
sambil mendekapku lebih erat. “Aku tak akan pernah meninggalkanmu selamanya!
Tak akan..."
Empat tahun. Aku ingat empat tahun terakhir
inilah aku kehilanganmu, suamiku. Kau yang dikenal sangat alim, kerap sholat
subuh kesiangan. Kau juga mudah tersinggung, mudah marah, malas ngobrol dan
seolah tak memperhatikanku. Kau memang lebih memperhatikan penampilan, tapi tak
pernah meminta saranku. Kau lebih suka main game sampai lewat tengah malam,
daripada berbicara denganku. Hubungan kita benar-benar hambar dan formal. Kau
selalu sibuk dengan kerja, kerja dan kerja. Empat tahun ini tak pernah
kurasakan kehangatan, juga dalam hubungan suami istri yang sekadarnya itu...
Empat tahun ini kau seperti bukan dirimu!
Suara kentongan berbunyi dua kali. Kau masih
mendekapku erat. Saat itulah kau berkata, kau seperti disentakkan. Kau merasa
hubunganmu dengan Allah buruk sekali empat tahun terakhir. Kau juga sudah
jarang mengaji. " Karena itulah aku lebih mudah tergoda dan berbuat hina
seperti ini. Memalukan sekali. Maafkan aku...,aku akan memperbaiki hubunganku
dengan Allah, dengamu...maafkan aku sayang...,aku sadar. Aku akan menebus empat
tahun yang hilang itu. Ya Allah saksikanlah janjiku..."
Kita menangis bersama. Aku tahu sekali,
Bang...pada dasarnya kau lelaki yang sangat baik. Kau tahu? Itulah sebabnya
bertambah tahun, bertambah cintaku padamu...
Dan kau benar, hubungan yang rapuh denganNya
membuat kita mudah tergelincir. Aku pun berjanji pada diriku sendiri untuk
memperbaiki diri, memperbaiki hubunganku dengan Allah, memperbaiki peranku
sebagai istri, ibu sejati...dan semoga kita tak akan pernah saling menyakiti
dan kehilangan lagi satu sama lain....
Malam itu kita bercinta dengan sepenuh hati.
Ya, sepenuh hati, untuk pertama kali setelah empat tahun. Masih ada luka...,
namun sungguh tak tergambarkan keindahannya bagiku...
"Aku mencintaimu dan tak akan pernah mau
berpisah denganmu...,"bisikmu, "Maafkan aku, Cinta...."
Terimakasih untuk Helvy dan teman-teman
multiply yang banyak memberi perhatian, saran sepenuh cinta dan doa. memang
masih tersisa perih, tetapi kisah duka kami telah berakhir. Aku memutuskan
memaafkan Abang dan melupakan semua nestapa, untuk terakhir kalinya...
Semoga kalian juga bahagia...amiin...
Saat Dia Berpaling (3)
"Kenapa,
Ra?"
Suara di ponsel saya terdengar semakin terisak.
"Ternyata suamiku masih berhubungan dengan perempuan itu, Vy...."
"Astaghfirullah...,sejauh apa, Ra? Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Aku membaca sms2 yang belum sempat dihapusnya...," suara Ra tercekat di kerongkongan. "Dia masih memanggil suamiku dengan sapa cinta...."
Aku menarik napas panjang. "Bagaimana balasan suamimu?"
"Aku lihat di bagian sent. Suamiku menjawab biasa saja...tapi memberikan atensi yang besar...," tangis Ra makin keras. "Aku takut kehilangan suamiku, Vy...."
Aku ikut tersayat. Apa yang ada di otak dan hati perempuan itu? Ra orang baik, suami Ra orang baik, mereka keluarga yang bahagia dan kini....
"Perempuan itu bilang dia sakit...,dia juga bertanya soal no hp yang dia curigai sudah aku ketahui...," tutur Ra lagi...
"Lalu bagaimana dengan respon suamimu?"
"suamiku udah nggak ngomong pakai cinta-cinta-an, tapi dia bilang nomor lama itu dihangusin saja..., dia meminta perempuan itu ganti nomor. Dia bilang dia akan belikan ponsel-nya! Membelikan ponsel, Vy!" Suara Ra tergugu. "Aku pusing, Vy...untuk pertama kalinya dalam hidupku, tiba-tiba aku ingin mati...."
"Ra...,sabar ya, Ra...sabar. Kamu lebih mendekatkan diri lagi saja pada Allah. Dia Yang Maha Menggenggam Hati. Minta sungguh-sungguh agar suamimu sadar...dan...."
"Apa, Vy?"
"Bicara dengan suamimu dan perempuan itu baik-baik...."
"Haruskah? Tidakkah ia bisa membacaku?"
"Bukankah selama ini ia telah keliru membacamu? Suamimu bahkan tak menyadari kamu tahu sejauh ini. Bicara, Ra. Tanya mereka mau apa? Lalu kalau mereka tetap ingin meneruskan hubungan mereka, apa yang akan kamu lakukan, Ra?"
Suara di seberang telpon terdiam lama....
"Ra...?"
"Kalau memang dia lebih membutuhkan perempuan itu, aku akan mundur. Aku akan minta berpisah, Vy. Rasanya aku tak kuat menanggung semua ini. Mana anakku sedang sakit...."
Airmataku menetes....
"Ra?"
"Aku...,pedih sekali...Vy...lukanya sangat menganga....," Suara Ra nyaris tak terdengar ....
Ah, Ra, kamu entah perempuan ke berapa yang akhirnya harus mengalami ini.... Dan perempuan itu? Hati macam apa yang ia miliki? Tidakkah ia bisa mencari pria lain, tak lagi menggangu suami orang...dan menjaga jarak selamanya? Dan suami Ra..., tidakkah terbuka hatinya untuk mengoreksi diri? Kalau ada hal yang dia inginkan dari Ra dan belum ia temukan dalam diri istrinya itu, tidakkah ia bisa menyampaikannya? Ra siap berubah sesuai apa yang diinginkan suaminya, begitu tekad Ra. Bukankah mereka bisa bicara? Apa yang menghalangi itu?
"Ra...." hanya isakan yang tak berhenti.
Telpon terputus.
Suara di ponsel saya terdengar semakin terisak.
"Ternyata suamiku masih berhubungan dengan perempuan itu, Vy...."
"Astaghfirullah...,sejauh apa, Ra? Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Aku membaca sms2 yang belum sempat dihapusnya...," suara Ra tercekat di kerongkongan. "Dia masih memanggil suamiku dengan sapa cinta...."
Aku menarik napas panjang. "Bagaimana balasan suamimu?"
"Aku lihat di bagian sent. Suamiku menjawab biasa saja...tapi memberikan atensi yang besar...," tangis Ra makin keras. "Aku takut kehilangan suamiku, Vy...."
Aku ikut tersayat. Apa yang ada di otak dan hati perempuan itu? Ra orang baik, suami Ra orang baik, mereka keluarga yang bahagia dan kini....
"Perempuan itu bilang dia sakit...,dia juga bertanya soal no hp yang dia curigai sudah aku ketahui...," tutur Ra lagi...
"Lalu bagaimana dengan respon suamimu?"
"suamiku udah nggak ngomong pakai cinta-cinta-an, tapi dia bilang nomor lama itu dihangusin saja..., dia meminta perempuan itu ganti nomor. Dia bilang dia akan belikan ponsel-nya! Membelikan ponsel, Vy!" Suara Ra tergugu. "Aku pusing, Vy...untuk pertama kalinya dalam hidupku, tiba-tiba aku ingin mati...."
"Ra...,sabar ya, Ra...sabar. Kamu lebih mendekatkan diri lagi saja pada Allah. Dia Yang Maha Menggenggam Hati. Minta sungguh-sungguh agar suamimu sadar...dan...."
"Apa, Vy?"
"Bicara dengan suamimu dan perempuan itu baik-baik...."
"Haruskah? Tidakkah ia bisa membacaku?"
"Bukankah selama ini ia telah keliru membacamu? Suamimu bahkan tak menyadari kamu tahu sejauh ini. Bicara, Ra. Tanya mereka mau apa? Lalu kalau mereka tetap ingin meneruskan hubungan mereka, apa yang akan kamu lakukan, Ra?"
Suara di seberang telpon terdiam lama....
"Ra...?"
"Kalau memang dia lebih membutuhkan perempuan itu, aku akan mundur. Aku akan minta berpisah, Vy. Rasanya aku tak kuat menanggung semua ini. Mana anakku sedang sakit...."
Airmataku menetes....
"Ra?"
"Aku...,pedih sekali...Vy...lukanya sangat menganga....," Suara Ra nyaris tak terdengar ....
Ah, Ra, kamu entah perempuan ke berapa yang akhirnya harus mengalami ini.... Dan perempuan itu? Hati macam apa yang ia miliki? Tidakkah ia bisa mencari pria lain, tak lagi menggangu suami orang...dan menjaga jarak selamanya? Dan suami Ra..., tidakkah terbuka hatinya untuk mengoreksi diri? Kalau ada hal yang dia inginkan dari Ra dan belum ia temukan dalam diri istrinya itu, tidakkah ia bisa menyampaikannya? Ra siap berubah sesuai apa yang diinginkan suaminya, begitu tekad Ra. Bukankah mereka bisa bicara? Apa yang menghalangi itu?
"Ra...." hanya isakan yang tak berhenti.
Telpon terputus.
Saat Dia Berpaling (2)
Ada apa,
Ra? Mengapa kulihat kembali gurat pedih itu di wajahmu? Lalu seperti aliran
sungai yang menderas, matamu pun bercerita pada mataku…
Ah,
aku juga jadi tak mengerti. Mengapa suamimu masih menyimpan nomor telpon
perempuan itu? Saat secara tak sengaja kau temukan sms-sms mesra itu di ponsel
suamimu, naluri sebagai istri membuatmu hafal nomor ponsel perempuan itu.
Beberapa
waktu lalu, suamimu memang telah meminta maaf, bahkan menangis mencium tanganmu
berkali-kali. Suamimu juga berkata, ia telah menghapus semua tentang perempuan
tersebut, termasuk nomor ponselnya. Ia juga berjanji tak akan lagi membalas
email-email perempuan itu, yang membuat mereka semakin akrab berbulan-bulan.
Tapi apa buktinya? Mana?
Kau
merasa sangat perlu menjaga privasi suamimu. Karena itulah kau tak pernah ingin
mengusik ponselnya, mencari tahu tentang apapun, termasuk hubungan antara
suamimu dan perempuan itu yang kau kira telah tamat. Kau tahu suamimu sudah
sangat menyesal. Hingga suatu saat, entah mengapa perasaanmu begitu tak enak.
Malam
itu kau coba melihat kembali ponsel suamimu. Sebuah sms dari nomor tanpa nama
tak mungkin bisa kau abaikan. Gaya bahasa perempuan itu! Meski tanpa
kata cinta dan sapa mesra, kau tahu: perempuan itu menghubungi suamimu lagi,
dengan nomor baru! Lalu kau catat kembali nomor tersebut. Tak perlu
kertas. Luka telah menjadi pena yang lancar menggores kembali hatimu.
Kau
diam. Hanya diam. Kau layani suamimu sepenuh hati, dengan keriangan yang
terpaksa kau cuatkan dari nestapamu. Namun beberapa hari kemudian, saat suamimu
lengah, kau cari nama yang mencurigakan dalam ponselnya. Mana? Di mana nama
perempuan itu? Apakah suamimu sudi menyimpan nomor itu kembali?Kau terhenyak.
Tak ada! Kau telusuri satu persatu nama dan kau cocokkan dengan nomor ponsel
perempuan itu yang kau hafal sampai ke jantungmu. Kau terkejut! Sejak kapan suamimu
mulai fasih (kembali) berbohong? Tiba-tiba kau merasa tak pernah mengenal
suamimu sebelumnya. Sebuah nama lelaki yang mencurigakan dengan nomor ponsel
yang terus menghantuimu, tertera jelas di sana!
“Supaya
suamiku tidak tahu, aku selalu pakai nama perempuan untuk selingkuhanku lho,”
terngiang perkataan centil teman perempuan sekantormu. “Jadi dia tidak mengira
sama sekali bahwa Susi itu adalah Mas X,” tutur temanmu lagi. “Kadang namanya
aku ubah sesukaku: Maryam, Imel, jenifer, Aisyah,” katanya cekikikan.
Kau
beristighfar. Apakah itu juga yang dilakukan lelaki tercintamu?
Kau
tak pernah membayangkan, suamimu tega menggali kembali luka yang ingin kau,
yang ingin kalian lupakan atas nama cinta...dan kau masih bertanya-tanya
sendiri, "Benarkah? sengajakah sang tercinta? Tak sengajakah? Apa yang
sebenarnya terjadi?"
Terbersit
di pikiranmu untuk bertanya pada suamimu: mengapa? Tapi ada batu menindih
lidahmu. Bukankah suamimu "hanya" menyimpan nomor telpon perempuan
itu? Itu tak lantas berarti mereka menjalin hubungan istimewa lagi bukan? Namun
mengapa harus nama pria yang tertera di ponselnya? Mengapa sang tercinta tak
jujur saja menyimpan nama dan ponsel perempuan itu sebagai teman, dan ia
katakan padamu?
Kini
semua nomor perempuan itu ada dalam genggamanmu. Dan kau belum memutuskan apa
pun. Hanya luka menjelma pena tajam tak berhenti menulis kembali semua angka
dalam batinmu, diiringi airmata….
Andai
aku bisa sekadar membantumu, Ra….
Sebuah Jalan yang Ditempuh Cinta
Apa jadinya ketika sepasang suami istri
berbudi menjodohkan masing-masing sahabat mereka yang belum pernah saling
mengenal, memiliki karakter berlawanan serta kultur yang begitu berbeda?
“Mereka akan menjadi pasangan yang hebat!”
kata sang istri. Sambil mempromosikan gadis berjilbab sahabatnya.
“Sangat menarik dan akan saling melengkapi!”
tutur si suami sambil dengan semangat menceritakan tentang jaka yang saleh,
sahabatnya.
“Jika Allah mengizinkan, mereka akan menjadi
pasangan yang cocok!”
Gadis dan jaka sama-sama kuliah di UI, namun
berbeda fakultas. Mereka sama-sama aktif dalam kegiatan kerohanian Islam. Dua
kali pasangan suami istri sahabat mereka itu mencoba mempertemukan jaka dan
gadis dalam satu forum. Namun saat Jaka datang, si gadis tiba-tiba berhalangan.
Ketika gadis hadir, si jaka yang tak bisa. Akhirnya sepasang suami istri
tersebut mencoba mengatur pertemuan ketiga sambil memberikan data “orang” yang
ingin mereka perkenalkan masing-masing pada jaka dan si gadis--- secara
sendiri-sendiri.
Di kamar kos-nya gadis melihat data-data si
jaka dan fotonya. Ini yang mau diperkenalkan itu…dan diharap oleh
sahabatnya bisa menjadi pasangan hidup abadi si gadis? Priyayi Solo? Bagaimana
cara berbicara yang dianggap santun oleh orang Solo? Si gadis
geleng-geleng kepala. Jangankan menjadi istri, bisa-bisa dia kabur melihat gaya bicaraku…
Dalam kamar kos yang lain, di seberang gang
kober, jaka tertegun. Sudah lumayan sering aku mendengar kiprah gadis itu
di kampus dan majalah. Tapi apa tak salah? Si kelahiran Medan ini
punya penyakit begitu banyak? Jantung, pernah gegar otak, paru-paru, kelenjar
getah bening? Waduh, bagaimana bila “si penyakitan” ini kelak menjadi istrinya?
Tapi prestasinya lumayan…rekomendasi dari sahabatku bukan sembarangan.
Tak dinyana, sebelum sempat diadakan ta’aruf, dalam
salah satu forum di universitas, jaka dan gadis bertemu. Apa yang terjadi dalam
diskusi pagi itu?
Sebuah perdebatan yang panjang. Cara pandang
yang begitu berbeda. Dan tiba-tiba pagi di UI menjadi tak cerah.
Pria yang membosankan dan keras kepala, pikir
si gadis.
Dasar keras hati! Belum ada perempuan yang
berbicara menentangku seperti gadis ini! Pikir si jaka.
Lelaki seperti ini yang ingin diperkenalkan
padaku? Si gadis nyengir. Dia akan kapok denganku dan segera
melupakan langkah lanjut perkenalan kami…
Si jaka tak kalah gerah. Perempuan
seperti ini? Aku selalu berpikir perempuan adalah kelembutan, kematangan,
kepatuhan…, pikir si jaka. Tapi ini?
Sepanjang forum kata-kata berseliweran dalam
ruangan itu, terutama dari mulut gadis dan jaka tersebut. Forum tersebut bukan
tak penting, sebab mereka dan semua teman yang hadir pada saat itu tengah
membicarakan suksesi kepemimpinan mahasiswa di universitas mereka.
“Menurut saya tidak bisa seperti itu!”
“Mengapa tidak? Menurut saya yang demikian
yang paling mungkin!”
“Tidak bisa! Karena….”
“Bisa! Karena….
Setelah perundingan yang melelahkan, akhirnya
dicapai kesepakatan. Sebuah kesepakatan yang didapat dengan catatan.
Ini mungkin pertama dan terakhir kali kami
bertemu dan berbicang, pikir si gadis. Dia pasti kapok dan tak ingin
mengenalku lebih dalam. Tapi tak apa, setidaknya aku tak berpura-pura membuat
ia terkesan….
Jaka resah. Gadis seperti ini? Entahlah. Keras
kepala,penyakitan pula! Apa harus diteruskan?
Tak pernah ada perkenalan yang direncanakan
lagi setelah itu. Kelihatannya mereka memang tak cocok dan mungkin akan saling
melupakan.
Namun tak lama kemudian, pada suatu pagi,
seseorang datang ke tempat gadis dan berkata: “Saya sudah istikharah dan kamu
selalu muncul. Bersediakah?”(lupakan ia penyakitan, ia baik untuk menjadi
istriku. Allah menunjukkannya!)
Gadis tak mengerti. Dia diam. Apa yang
dilihat lelaki muda itu dari dirinya? Tak cantik. Tak kaya. Tak terlalu cerdas.
Sangat biasa. Pernah “bertengkar” pada pertemuan pertama pula. Apa? Apa yang
dilihat lelaki itu? Pilihan yang tak lazim…
Gadis pun memilih istikharah sebelum menjawab.
Sesuatu yang menakjubkan dan tak terduga
muncul! Seperti ada yang membimbing ketika si gadis berkata “Ya”.
Sebulan kemudian, jaka melamar gadis. Dan hanya
diperlukan waktu sebulan lagi sebelum kemudian jaka dan gadis menikah! Sungguh
akhir yang tak terduga!
Sebuah pernikahan berlangsung sederhana namun
meriah, di Jakarta. Banyak sekali saudara dan sahabat yang hadir. Mereka
bertanya-tanya, bagaimana dua pasangan ini bisa bertemu?
Pada malam pertama gadis dan jaka berbicara
hingga dinihari, shalat malam dan tilawah bersama.
“Jadi bagaimana sampai bisa kamu punya
penyakit sebanyak itu?” tanya jaka pada istrinya tiba-tiba.
“Apa, Mas? Penyakit? Maaf, penyakit apa ya?”
gadis balik bertanya.
“Jantung, gegar otak, paru-paru, kelenjar
getah bening, ….”
“Apa?” gadis bingung.
“Mas baca di datamu. Data yang diberikan oleh
sahabat kita itu! Tapi Mas sudah ikhlas kok menerima dengan segala kelebihan
dan kekurangan. Semoga kamu juga begitu ya….”
Gadis ternganga. Penyakit?
“Mas, aku nggak punya penyakit seperti itu.
Paling-paling cuma mag…,” gadis nyengir lagi.
Jaka terkejut sekali. Tak lama wajahnya
berseri-seri. “Alhamdulillah” (ia ingat, ia sudah mengambil resiko untuk
memilih gadis yang keras kepala itu, meski ia “penyakitan,” meski orangtuanya
sangat keberatan dengan ragam penyakit calon menantu mereka). Mata jaka
berkaca.
Allah Maha Besar! Allah Maha Besar!
Malam itu si gadis menyempatkan diri mengirim
pesan via pager pada sahabat perempuan yang sangat disayanginya: Mbak
sayang, datanya ketuker ya? Or salah tulis soal penyakit? Hebat dia masih
maju terus! Aku tahu dia memang bukan lelaki biasa! ;)
Bulan bahkan sudah tidur sejak tadi. Tapi jaka
dan gadis seperti tak ingin memejamkan mata. Mereka tak berhenti menatap satu
sama lain; sebuah pesona yang lama dinanti, hadir dari lintasan misteri,
menerpa hati dan wajah mereka. Menyala. Ini cinta? Atau belum lagi sampai pada
cinta? Apapun itu, mereka percaya, kebaikan menumbuhkan cinta; keindahan yang
tangguh. Dan pacaran sesudah menikah? Hmm mungkin itu kenikmatan berlimpah
berikutnya :)
Subuh pun hadir membasuh kembali wajah mereka.
Suara adzan terdengar menggetarkan. Jaka dan gadis sadar, telah mereka genggam
anugerah tak terkata itu: bertemu dengan pasangan jiwa yang sudah
dituliskan Illahi.
Kini telah lebih dari sepuluh tahun, cinta
menemukan dan menempuh jalannya.
Semoga abadi!
Semoga abadi!
(Helvy Tiana Rosa; saat Mas masih di LN :)))
Saat Dia Berpaling (1) By Helvy Tiana Rosa
Betapa perihnya. Perempuan itu menggigit
bibirnya yang tiba-tiba asin darah. Sejak pagi hingga malam menyergap, ia masih
menangis. “Tak mungkin,” desisnya, tetapi itu nyata. Ia sendiri yang membaca
semua sms mesra itu. Suaminya telah berpaling. Sandaran hidup, pria terbaik di
dunia itu, ayah anaknya, berkhianat! Sejauh apakah? Ia gelisah. Ia tatap potret
perkawinan di dinding kamar mereka. Tiba tiba tangannya sudah bergerak meraih
potret itu namun urung membantingnya. Gumpalan-gumpalan benci semakin membesar.
Lalu ia pun tersungkur begitu saja di sudut kamar. Lelaki. Apa mereka semua
sama?
Perlahan ia raih lagi ponsel suaminya yang tertinggal hari itu. Nyeri sekali. Perempuan yang entah siapa, hanya berinisial S menyapa suaminya melalui sms dengan “cinta”, “say”, “kiss u”, dan semacamnya. Beberapa saat lalu ia hanya cengengesan membacanya. Mungkin teman yang iseng. Tapi ia terhenyak dan tiba-tiba merasa terbanting. Pada bagian sent, ia melihat balasan sms suaminya! Kata-kata “say” dan “kiss u” juga ada di sana! Airmatanya semakin berderai-derai dan beliung-beliung dari berbagai penjuru menikam batinnya.
Belasan tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal suaminya. Tapi hari itu ia merasa suaminya tak lebih dari orang asing. Sangat asing.
Ia telepon suaminya sambil menangis. “Apakah abang baik-baik saja?” isaknya. Suara sang suami datar menjawab bahwa ia baik-baik saja dan menanyakan kabar istrinya. Perempuan itu tak sanggup. Ia putuskan telepon. Ia sms suaminya dengan satu kata: S.
Dengan bercanda suaminya membalas sms. S? Bukan siapa-siapa. Hanya teman virtual. Bisa jadi siapa saja. Mungkin nenek-nenek atau lelaki.
Tapi perempuan itu telah membaca gelagat. Ia menangkap aroma kebohongan itu.
Dengan sekuat hati mencoba menjaga emosi, ia pergi menuju wartel terdekat. Ia telpon perempuan misterius itu. Ia berpura-pura mengetahui nomor itu dari seseorang dan akan mengabarkan tentang seseorang lainnya yang sakit parah. Suara di ujung telepon menjawab sekadarnya: “Salah sambung!”
“Boleh saya tahu ini siapa?”
“Saya Lina.”
Dengan sebukit ingin tahu yang kian meninggi, perempuan itu menekan nomor hp “S” kembali. “Mohon maaf ya, tapi saya diberikan nomor ini. Apa betul ini Mbak N?”
“Nama saya Shinta! Saya di bandung bukan di Menteng. Saya lagi puasa! Salah sambung!” ketusnya.
Tapi tadi Lina, sekarang Shinta?
Perempuan itu kembali ke rumah dengan langkah yang semakin gontai dan airmata yang terus bercucuran. Ia sms kembali suaminya:
Siapa dia Bang? Mengapa?
Bkn siapa-siapa. Hny teman virtual. Aku malah tdk ingin btemu dngnnya. Tidak ingin tahu siapa dia. Aku hanya curhat.
Curhat? Mengapa bkn dengan aku saja, Bang? Maafkan aku, maafkan kekuranganku hingga Abang harus bpaling. Aku memang istri yang tidak peka dan tidak berguna. Aku merasa….
Sayang, aku yang minta maaf. Mungkin seumur hidup kamu akan terus terluka. Aku menyesal. Apapun kekuranganmu tak boleh membuatku berpaling darimu….
Hening. Airmata.
Entah bagaimana, tiba-tiba kata maaf dan penyesalan dari suaminya bertubi-tubi muncul di ponsel perempuan itu.
Tolong maafkan aku. Aku yang salah karena meladeninya. Aku mrs menemkn sosok ibu rmh tg yg baik pd drnya. Tlg maafkan aku. Jgn hkm dirimu krn keslhanku.
Aku yg slh, bdh, tdk peka. Tidak berguna sbg istri. Setelah ini mgkn aku tak sanggup lg mhadapi matahari.
Perempuan tersebut bersiap siap. Mungkin ia harus pergi. Entah untuk sebentar atau selamanya. Entah kemana. Mungkin ke tempat di mana matahari dan bulan tak ada. Ia menangis lagi saat menatap wajah anaknya.
“Ada apa, Bu? Mengapa hari ini ibu menangis terus?” Tanya sang anak.
Ia tak sanggup menjawab, hanya memeluk. Lalu pelan ia berbisik, “ibu mendapat cerita sedih teman Ibu dari sms. Tolong doakan ya semoga semua baik-baik saja.”
“Tapi mengapa mata ibu sembab?”
Ia paksa membuat lengkung pelangi terbalik di wajahnya. Anaknya tersenyum dan bermain kembali.
Tolong maafkan aku. Hukum aku. Bencilah aku. Ini akan menjadi hukuman seumur hidupku, sms suaminya lagi.
Perempuan itu menatap cermin buram di kamarnya. Apa yang sudah aku lakukan? Apakah aku luput memperhatikan dia? Apa aku terlalu banyak di luar?
“Kamu sangat dibutuhkan masyarakat,” terngiang kata begitu banyak orang, juga suaminya. Benarkah? Tapi ia juga dibutuhkan suami dan anak-anaknya….
Sungguh, perempuan itu telah menetapkan rambu-rambu itu untuknya. Ia baru akan pergi setelah suami dan anak-anaknya keluar rumah dan tiba di rumah sebelum mereka pulang. Ia coba menyempatkan diri memasakkan suaminya, membuatkannya segelas susu setiap pagi. Apakah suaminya ingin ia juga mencuci dan menyetrika baju lelaki tercintanya itu dengan tangannya sendiri? Ia mau sekali. Namun cukupkah waktu untuk itu semua? Bukankah dulu suaminya juga yang berkata bahwa hal seperti itu bisa dilakukan siapa pun, namun apa yang perempuan itu kerjakan, sedikit saja perempuan yang mampu melakukannya.
Bantal yang menyangga kepala perempuan itu telah basah oleh airmata.
Izinkan aku menjelaskan semua. Tlg maafkan aku. Mohon bukakan pintu rmh untukku mlm ini…, jangan pergi….
Perempuan tersebut tak lagi membalas sms suaminya. Haruskah ia pergi malam ini? Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana pernikahan mereka? Haruskah berpisah? Ah, ia berharap kini ia tengah tertidur, lalu kecupan mesra sang suami membangunkannya dari semua mimpi buruk.
Perlahan diseretnya kakinya yang seakan-akan melemah, ke kamar mandi. Ia siramkan air ke wajahnya. Lalu ia berwudhu. Ia harus segera menghadapNya untuk mendapatkan ketenangan. Bernaung dalam cintaNya di saat ia tak lagi merasa memiliki cinta sejati di dunia ini selain kasih ibu.
Ia tak tahu sudah berapa lama ia tersungkur di atas sajadah, ketika sayup-sayup terdengar langkah suaminya. Hari sudah larut. Penghuni rumah yang lain telah lelap. Ia hapus airmata di pipi dan bangkit. Ia akan membuka pintu rumah dan menghadapi sendiri seperti apa mimik suaminya saat mereka bertatapan pertama kali setelah peristiwa itu.
Tak ada kata kecuali salam yang diucapkan dan dijawab. Perempuan itu mencium tangan suaminya dengan kaku. Dan lelaki itu mengecup pipi, kening serta bibir sang istri, seperti sebuah ritual yang ia lakukan dengan kesadaran penuh
Baru beberapa langkah, lelaki itu memegang tangan istrinya dan berkata: “Bolehkah aku memelukmu?”
Perempuan itu hanya diam. Suaminya memeluknya dengan kuat diiringi bertubi maaf. Perempuan itu berderai-derai. Apakah ini suamiku? Atau entah orang asing mana? Ia merasa dirinyalah yang terasing di antara suaminya dan perempuan berinisial S itu.
Perempuan itu terlalu luka untuk mengumbar amarah. Ia hanya terdiam. Menjaga malam dengan matanya yang berembun. Namun suaminya tak juga beranjak dari sisinya.
Lampu telah mati sejak tadi. Mereka berbaring bersama bersisian. Setelah beberapa saat udara hampa kata, dengan suara bergetar lagi-lagi suaminya meminta maaf. “Aku yang salah. Aku egois. Aku tergoda. Meski kami belum pernah bertemu dan hanya berkirim email serta sms, aku telah mengkhianatimu.” Lelaki itu tak lepas mencium tangan istrinya.
Senyap. Perempuan itu menelan lukanya. “Siapa dia, Bang? Apa dia sudah menikah?”
Suaminya menyebut nama perempuan itu. Janda cerai hidup dengan dua anak. Ibu rumah tangga biasa. “Tapi kami belum pernah bertemu.”
Janda? Cerai hidup? Dua anak? Perempuan itu terhenyak. “Belum bertemu tapi mengapa begitu akrab? Ia bahkan tahu nama anak-anak dan saudara kita?”
“Karena aku sering bercerita padanya.”
“Dan dia? Tidakkah dia juga sering bercerita?”
“Ya. Semua terjadi begitu saja. Mengalir begitu saja. Tiba-tiba di dunia itu kami menjadi sangat akrab…,maafkan aku….”
Sembilu memahatkan lagi luka yang nanah di batin istrinya. “Aku yang salah,” suara istrinya bergetar. “Mungkin terlalu banyak celah dalam diriku yang membuat perempuan itu bisa masuk dalam batinmu. Akulah pintunya. Mungkin karena aku terlalu sibuk. Mungkin karena aku tak pintar mengurus rumah tangga….”
“Tidak,” lelaki itu mengecup kening istrinya. “Itu salahku. Hatiku tak bersih. Seharusnya aku tak egois. Kamu istriku, adalah harapan banyak orang. Aku yang egois….”
“Kita sudah sepakat menjaga komunikasi. Aku tak mengerti. Aku memang bodoh dan tidak peka,” kata perempuan itu lagi.
Suaminya terus menggenggam jemari istrinya, mengecup dan menaruh di dadanya.
Perempuan itu masih menangis. “Lalu apa, Bang? Apa yang harus kulakukan?”
Suaminya menarik napas panjang sambil membelainya. “Tidak ada. Aku yang harus bertobat. Aku malu pada Tuhan, padamu, pada dunia….”
Hening. Lalu ia dengar suaminya terisak dengan dada berguncang, mendekapnya erat. “Tolong beri aku kesempatan. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku tak akan pernah lagi berpaling darimu. Tak akan pernah meninggalkanmu….”
Perempuan itu menatap langit kamar yang kelabu. Belasan tahun bersama, berapa banyak kebohongan di antara mereka? Ia merasa mengenal suaminya sangat baik. Kalau ada lelaki di zaman ini yang tak pernah berbohong, maka ia begitu yakin itu adalah suaminya. Dan kini, apa yang tersisa dari keyakinan itu?
Ia gigit lagi bibir bawahnya dan masih menemukan asin darah yang sama. Ah, ia merintih menahan perih itu. Hampir setiap saat ia menampung keluh kesah para sahabat dan banyak teman tentang suami-suami mereka yang berselingkuh. Dan apa yang ia katakan? Kalau suamimu selingkuh, introspeksi dirimu. Baca kembali dirimu, mungkin ada yang keliru dengan buku hidupmu. Namun bila selingkuh itu telah sampai pada kontak fisik, engkau tak salah bila memutuskan pergi dari hidupnya. Dan bila itu terjadi padaku—kata perempuan itu---aku akan benar-benar pergi! Ah, tapi kan suamiku bukan seperti suami perempuan lain…, yakinnya dulu. Ya dulu sampai dengan hari itu.
Malam semakin larut dan dingin. Perempuan itu menggigil menyadari apa yang terjadi. Berapa lama? Tiga bulan, kata suaminya. Perempuan itu mengirim email lebih dulu. Suaminya menjawab. Semakin lama email-email itu kian panjang. Berseliweran setiap hari dan meningkat pada sms. Setelah itu? Perempuan tersebut bergidik. “Kami belum pernah bertemu…,” terngiang lagi kata suaminya. “Aku hanya pernah melihat fotonya….”
Tapi sapa mesra itu?
“Maafkan aku…,”lirih suaminya. “Maafkan aku…,” katanya tak putus sambil mendekap istrinya yang kaku.
Bulan mulai lelah. Sebentar lagi mentari akan menggantikan tugasnya menerangi bumi. Namun apakah kata maaf dari suaminya dapat menerangi lagi batin perempuan itu?
Kaku sekali ia beringsut mendekati dengan suaminya. Ia rasakan letupan duka itu saat ia mendekap suaminya. “Maafkan aku juga….”
“Cinta, kamu tak salah, aku yang salah,” itu lagi kata suaminya. Lelaki itu terisak di dadanya.
Dengan mata yang terus terjaga perempuan itu berusaha menghentikan airmatanya. Ia bersyukur hari itu ia tak emosi, apalagi memaki-maki perempuan itu. Ia hanya introspeksi, meminta maaf pada suaminya dan mengadu pada Allah….
“Apakah aku masih diberi kesempatan untuk mendampingi dan menjagamu selamanya?” tanya suaminya.
Mereka bertatapan.
Dalam genangan lara perempuan itu mengangguk. Tapi ia sungguh tak tahu sampai kapan luka itu sembuh. Dan S? Ah, perempuan seperti apa yang tega menggoda dan mencoba merenggut kebahagiaannya?
Duka dan maaf berarak dalam kamar yang gelap. Sepasang cinta dengan sayap luka berdekapan hingga pagi menyapa. Berharap sabar dan sesal dapat melelehkan luka yang batu.
Perlahan ia raih lagi ponsel suaminya yang tertinggal hari itu. Nyeri sekali. Perempuan yang entah siapa, hanya berinisial S menyapa suaminya melalui sms dengan “cinta”, “say”, “kiss u”, dan semacamnya. Beberapa saat lalu ia hanya cengengesan membacanya. Mungkin teman yang iseng. Tapi ia terhenyak dan tiba-tiba merasa terbanting. Pada bagian sent, ia melihat balasan sms suaminya! Kata-kata “say” dan “kiss u” juga ada di sana! Airmatanya semakin berderai-derai dan beliung-beliung dari berbagai penjuru menikam batinnya.
Belasan tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal suaminya. Tapi hari itu ia merasa suaminya tak lebih dari orang asing. Sangat asing.
Ia telepon suaminya sambil menangis. “Apakah abang baik-baik saja?” isaknya. Suara sang suami datar menjawab bahwa ia baik-baik saja dan menanyakan kabar istrinya. Perempuan itu tak sanggup. Ia putuskan telepon. Ia sms suaminya dengan satu kata: S.
Dengan bercanda suaminya membalas sms. S? Bukan siapa-siapa. Hanya teman virtual. Bisa jadi siapa saja. Mungkin nenek-nenek atau lelaki.
Tapi perempuan itu telah membaca gelagat. Ia menangkap aroma kebohongan itu.
Dengan sekuat hati mencoba menjaga emosi, ia pergi menuju wartel terdekat. Ia telpon perempuan misterius itu. Ia berpura-pura mengetahui nomor itu dari seseorang dan akan mengabarkan tentang seseorang lainnya yang sakit parah. Suara di ujung telepon menjawab sekadarnya: “Salah sambung!”
“Boleh saya tahu ini siapa?”
“Saya Lina.”
Dengan sebukit ingin tahu yang kian meninggi, perempuan itu menekan nomor hp “S” kembali. “Mohon maaf ya, tapi saya diberikan nomor ini. Apa betul ini Mbak N?”
“Nama saya Shinta! Saya di bandung bukan di Menteng. Saya lagi puasa! Salah sambung!” ketusnya.
Tapi tadi Lina, sekarang Shinta?
Perempuan itu kembali ke rumah dengan langkah yang semakin gontai dan airmata yang terus bercucuran. Ia sms kembali suaminya:
Siapa dia Bang? Mengapa?
Bkn siapa-siapa. Hny teman virtual. Aku malah tdk ingin btemu dngnnya. Tidak ingin tahu siapa dia. Aku hanya curhat.
Curhat? Mengapa bkn dengan aku saja, Bang? Maafkan aku, maafkan kekuranganku hingga Abang harus bpaling. Aku memang istri yang tidak peka dan tidak berguna. Aku merasa….
Sayang, aku yang minta maaf. Mungkin seumur hidup kamu akan terus terluka. Aku menyesal. Apapun kekuranganmu tak boleh membuatku berpaling darimu….
Hening. Airmata.
Entah bagaimana, tiba-tiba kata maaf dan penyesalan dari suaminya bertubi-tubi muncul di ponsel perempuan itu.
Tolong maafkan aku. Aku yang salah karena meladeninya. Aku mrs menemkn sosok ibu rmh tg yg baik pd drnya. Tlg maafkan aku. Jgn hkm dirimu krn keslhanku.
Aku yg slh, bdh, tdk peka. Tidak berguna sbg istri. Setelah ini mgkn aku tak sanggup lg mhadapi matahari.
Perempuan tersebut bersiap siap. Mungkin ia harus pergi. Entah untuk sebentar atau selamanya. Entah kemana. Mungkin ke tempat di mana matahari dan bulan tak ada. Ia menangis lagi saat menatap wajah anaknya.
“Ada apa, Bu? Mengapa hari ini ibu menangis terus?” Tanya sang anak.
Ia tak sanggup menjawab, hanya memeluk. Lalu pelan ia berbisik, “ibu mendapat cerita sedih teman Ibu dari sms. Tolong doakan ya semoga semua baik-baik saja.”
“Tapi mengapa mata ibu sembab?”
Ia paksa membuat lengkung pelangi terbalik di wajahnya. Anaknya tersenyum dan bermain kembali.
Tolong maafkan aku. Hukum aku. Bencilah aku. Ini akan menjadi hukuman seumur hidupku, sms suaminya lagi.
Perempuan itu menatap cermin buram di kamarnya. Apa yang sudah aku lakukan? Apakah aku luput memperhatikan dia? Apa aku terlalu banyak di luar?
“Kamu sangat dibutuhkan masyarakat,” terngiang kata begitu banyak orang, juga suaminya. Benarkah? Tapi ia juga dibutuhkan suami dan anak-anaknya….
Sungguh, perempuan itu telah menetapkan rambu-rambu itu untuknya. Ia baru akan pergi setelah suami dan anak-anaknya keluar rumah dan tiba di rumah sebelum mereka pulang. Ia coba menyempatkan diri memasakkan suaminya, membuatkannya segelas susu setiap pagi. Apakah suaminya ingin ia juga mencuci dan menyetrika baju lelaki tercintanya itu dengan tangannya sendiri? Ia mau sekali. Namun cukupkah waktu untuk itu semua? Bukankah dulu suaminya juga yang berkata bahwa hal seperti itu bisa dilakukan siapa pun, namun apa yang perempuan itu kerjakan, sedikit saja perempuan yang mampu melakukannya.
Bantal yang menyangga kepala perempuan itu telah basah oleh airmata.
Izinkan aku menjelaskan semua. Tlg maafkan aku. Mohon bukakan pintu rmh untukku mlm ini…, jangan pergi….
Perempuan tersebut tak lagi membalas sms suaminya. Haruskah ia pergi malam ini? Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana pernikahan mereka? Haruskah berpisah? Ah, ia berharap kini ia tengah tertidur, lalu kecupan mesra sang suami membangunkannya dari semua mimpi buruk.
Perlahan diseretnya kakinya yang seakan-akan melemah, ke kamar mandi. Ia siramkan air ke wajahnya. Lalu ia berwudhu. Ia harus segera menghadapNya untuk mendapatkan ketenangan. Bernaung dalam cintaNya di saat ia tak lagi merasa memiliki cinta sejati di dunia ini selain kasih ibu.
Ia tak tahu sudah berapa lama ia tersungkur di atas sajadah, ketika sayup-sayup terdengar langkah suaminya. Hari sudah larut. Penghuni rumah yang lain telah lelap. Ia hapus airmata di pipi dan bangkit. Ia akan membuka pintu rumah dan menghadapi sendiri seperti apa mimik suaminya saat mereka bertatapan pertama kali setelah peristiwa itu.
Tak ada kata kecuali salam yang diucapkan dan dijawab. Perempuan itu mencium tangan suaminya dengan kaku. Dan lelaki itu mengecup pipi, kening serta bibir sang istri, seperti sebuah ritual yang ia lakukan dengan kesadaran penuh
Baru beberapa langkah, lelaki itu memegang tangan istrinya dan berkata: “Bolehkah aku memelukmu?”
Perempuan itu hanya diam. Suaminya memeluknya dengan kuat diiringi bertubi maaf. Perempuan itu berderai-derai. Apakah ini suamiku? Atau entah orang asing mana? Ia merasa dirinyalah yang terasing di antara suaminya dan perempuan berinisial S itu.
Perempuan itu terlalu luka untuk mengumbar amarah. Ia hanya terdiam. Menjaga malam dengan matanya yang berembun. Namun suaminya tak juga beranjak dari sisinya.
Lampu telah mati sejak tadi. Mereka berbaring bersama bersisian. Setelah beberapa saat udara hampa kata, dengan suara bergetar lagi-lagi suaminya meminta maaf. “Aku yang salah. Aku egois. Aku tergoda. Meski kami belum pernah bertemu dan hanya berkirim email serta sms, aku telah mengkhianatimu.” Lelaki itu tak lepas mencium tangan istrinya.
Senyap. Perempuan itu menelan lukanya. “Siapa dia, Bang? Apa dia sudah menikah?”
Suaminya menyebut nama perempuan itu. Janda cerai hidup dengan dua anak. Ibu rumah tangga biasa. “Tapi kami belum pernah bertemu.”
Janda? Cerai hidup? Dua anak? Perempuan itu terhenyak. “Belum bertemu tapi mengapa begitu akrab? Ia bahkan tahu nama anak-anak dan saudara kita?”
“Karena aku sering bercerita padanya.”
“Dan dia? Tidakkah dia juga sering bercerita?”
“Ya. Semua terjadi begitu saja. Mengalir begitu saja. Tiba-tiba di dunia itu kami menjadi sangat akrab…,maafkan aku….”
Sembilu memahatkan lagi luka yang nanah di batin istrinya. “Aku yang salah,” suara istrinya bergetar. “Mungkin terlalu banyak celah dalam diriku yang membuat perempuan itu bisa masuk dalam batinmu. Akulah pintunya. Mungkin karena aku terlalu sibuk. Mungkin karena aku tak pintar mengurus rumah tangga….”
“Tidak,” lelaki itu mengecup kening istrinya. “Itu salahku. Hatiku tak bersih. Seharusnya aku tak egois. Kamu istriku, adalah harapan banyak orang. Aku yang egois….”
“Kita sudah sepakat menjaga komunikasi. Aku tak mengerti. Aku memang bodoh dan tidak peka,” kata perempuan itu lagi.
Suaminya terus menggenggam jemari istrinya, mengecup dan menaruh di dadanya.
Perempuan itu masih menangis. “Lalu apa, Bang? Apa yang harus kulakukan?”
Suaminya menarik napas panjang sambil membelainya. “Tidak ada. Aku yang harus bertobat. Aku malu pada Tuhan, padamu, pada dunia….”
Hening. Lalu ia dengar suaminya terisak dengan dada berguncang, mendekapnya erat. “Tolong beri aku kesempatan. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku tak akan pernah lagi berpaling darimu. Tak akan pernah meninggalkanmu….”
Perempuan itu menatap langit kamar yang kelabu. Belasan tahun bersama, berapa banyak kebohongan di antara mereka? Ia merasa mengenal suaminya sangat baik. Kalau ada lelaki di zaman ini yang tak pernah berbohong, maka ia begitu yakin itu adalah suaminya. Dan kini, apa yang tersisa dari keyakinan itu?
Ia gigit lagi bibir bawahnya dan masih menemukan asin darah yang sama. Ah, ia merintih menahan perih itu. Hampir setiap saat ia menampung keluh kesah para sahabat dan banyak teman tentang suami-suami mereka yang berselingkuh. Dan apa yang ia katakan? Kalau suamimu selingkuh, introspeksi dirimu. Baca kembali dirimu, mungkin ada yang keliru dengan buku hidupmu. Namun bila selingkuh itu telah sampai pada kontak fisik, engkau tak salah bila memutuskan pergi dari hidupnya. Dan bila itu terjadi padaku—kata perempuan itu---aku akan benar-benar pergi! Ah, tapi kan suamiku bukan seperti suami perempuan lain…, yakinnya dulu. Ya dulu sampai dengan hari itu.
Malam semakin larut dan dingin. Perempuan itu menggigil menyadari apa yang terjadi. Berapa lama? Tiga bulan, kata suaminya. Perempuan itu mengirim email lebih dulu. Suaminya menjawab. Semakin lama email-email itu kian panjang. Berseliweran setiap hari dan meningkat pada sms. Setelah itu? Perempuan tersebut bergidik. “Kami belum pernah bertemu…,” terngiang lagi kata suaminya. “Aku hanya pernah melihat fotonya….”
Tapi sapa mesra itu?
“Maafkan aku…,”lirih suaminya. “Maafkan aku…,” katanya tak putus sambil mendekap istrinya yang kaku.
Bulan mulai lelah. Sebentar lagi mentari akan menggantikan tugasnya menerangi bumi. Namun apakah kata maaf dari suaminya dapat menerangi lagi batin perempuan itu?
Kaku sekali ia beringsut mendekati dengan suaminya. Ia rasakan letupan duka itu saat ia mendekap suaminya. “Maafkan aku juga….”
“Cinta, kamu tak salah, aku yang salah,” itu lagi kata suaminya. Lelaki itu terisak di dadanya.
Dengan mata yang terus terjaga perempuan itu berusaha menghentikan airmatanya. Ia bersyukur hari itu ia tak emosi, apalagi memaki-maki perempuan itu. Ia hanya introspeksi, meminta maaf pada suaminya dan mengadu pada Allah….
“Apakah aku masih diberi kesempatan untuk mendampingi dan menjagamu selamanya?” tanya suaminya.
Mereka bertatapan.
Dalam genangan lara perempuan itu mengangguk. Tapi ia sungguh tak tahu sampai kapan luka itu sembuh. Dan S? Ah, perempuan seperti apa yang tega menggoda dan mencoba merenggut kebahagiaannya?
Duka dan maaf berarak dalam kamar yang gelap. Sepasang cinta dengan sayap luka berdekapan hingga pagi menyapa. Berharap sabar dan sesal dapat melelehkan luka yang batu.
Selasa, 07 Februari 2012
ANTARA AYAH, SEPEDA, DAN SAYA
Kata-kata yang tepat untuk
menggambarkan sosok ayahku adalah cerdas, penyayang, kreatif, dan humoris. Ayahku
termasuk orang tua yang tau bagaimana cara menyenangkan keempat puterinya. Ketika
kami masih kecil, ayahku sering membuatkan mainan sendiri. Di samping rumahku,
ayahku membuatkan kami ayunan dari kayu dan tali tampar. Ayahku juga bisa
membuatkan jungkat-jungkit yang ukurannya lebih besar daripada yang ada di
Taman Kanak-Kanak sehingga bisa dinaiki lebih dari dua orang anak. Kuda-kudaan
kayu pun ayahku bisa membuat sendiri. Memang warnanya tidak sebagus yang dijual
di toko-toko tapi ukurannya lebih besar dan lebih kokoh, orang besar pun bisa
menaikinya. Bahkan ayahku bisa membuatkan skateboard lho.. jangan bayangkan
skateboardnya sama dengan yang biasa djual. Hehehehe,, skateboard itu dibuat
dari kayu dan diberi klaker, jadi kalo sedang berjalan cepat sekali dan tidak
bisa direm. Kalau kami menaikinya dan telat mengerem bisa jatuh sampai teras
rumah.hehehe.. Waktu musim skuter, tau kan? Skuter yang biasanya di film
Teletubbies itu, tau kan? Ayahku membuatkan skuter sendiri. Pijakan kakinya
lebih besar ukurannya dibanding yang asli kemudian diberi dua klaker. Kami sudah
senang bukan buatan meskipun itu buatan sendiri. Ayahku kreatif bukan?? Dari bahan
sederhana ayahku juga bisa membuatkan mainan yang lucu misalnya dari wadah
bekas balsem ditambah palstik kemudian dikasih pipa kecil ayahku mebuatkan alat
tiup yang bunyinya preeettt,,,preeettt,,,preeettt,, Suaranya yang aneh itu bisa
membuat kami tertawa terpingkal-pingkal..
Meskipun ayahku hanya lulusan
Sekolah Dasar, ayah termasuk orang yang gemar membaca, melihat discovery, dan
juga suka mengikuti perkembangan politik lewat televisi. Ketika kami sama-sama
menonton TV One atau Metro TV sering kami berdiskusi bahkan berdebat dengan
ayah. Ayahku salah satu orang yang enak diajak diskusi tapi sering tidak mau
ngalah kalo debat,,ckckckkc. Apalagi saya adalah orang p****i sedangkan ayah
termasuk orang yang pesimis dengan p****i jadilah kami suka
cekcok.hahahaha..(tapi saya sukses lho mempengaruhinya waktu tahun 2009 lalu :D
:D :D). Saya dan ayah sama-sama suka melihat discovery. Ayah sangat suka
melihat cara bagaimana hewan liar hidup di alam, dunia laut, dan film tentang
sains.
Masalah kreatif, ayahku tiada
duanya bagiku. Hehehehe..kalu sedang berurusan dengan tugas kesenian ayah
adalah solusi atas semua permasalahan. Hag,,hag,, sampai-sampai sepupuku juga
begitu kalau dapat tugas kesenian lari ke rumah mencari bala bantuan. Hehehehehe...
mau tugas gambar, membuat patung dari tanah liat, dan sebagainya ayah bisa
membuatkan. Waktu saya OSPEK di kampus dulu, tau kan kalau OSPEK bawaannya
rempong mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut? Ayahkulah yang membuatkan
propertinya hehehehe.... Pokoknya ayahku Juara Satu se-Dunia. :D :D
Kapan-kapan saya akan melanjutkan ceritanya,, heheheh ^_^"
pantheng terus yak,,
pantheng terus yak,,
Langganan:
Postingan (Atom)